Sejarah PKBI Kalsel

PKBI dalam Perspektif Sejarah dan Falsafah Gerakan

Secara nasional, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) didirikan pada 23 Desember 1957 di Jakarta, dilatarbelakangi oleh keprihatinan mendalam terhadap tingginya angka kematian ibu melahirkan, tingginya angka kematian bayi, serta tingginya angka kelahiran pada masa itu. PKBI hadir bahkan sebelum terbentuknya Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan turut berperan penting dalam proses pembentukan lembaga tersebut, sebagai wujud kesadaran bahwa upaya keluarga berencana tidak mungkin dilaksanakan secara nasional dan menyeluruh oleh PKBI semata. Oleh karena itu, PKBI dikenal sebagai pelopor pergerakan keluarga berencana di Indonesia. Dalam perkembangannya, PKBI sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) memfokuskan diri pada isu kesehatan dalam perspektif pengembangan masyarakat, dengan keyakinan bahwa persoalan kesehatan sangatlah kompleks karena berkaitan erat dengan sektor sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, hingga spiritual masyarakat.

Di tingkat daerah, khususnya di Kalimantan Selatan, keberadaan PKBI berawal dari tingkat Kabupaten/Kota. Pada tahun 1969, PKBI pertama kali berdiri di Banjarbaru, jauh sebelum terbentuknya Kantor Wilayah BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan, yang menunjukkan bahwa pertumbuhannya benar-benar berasal dari prakarsa kelompok akar rumput (grass root). Selanjutnya, pada tahun 1971, PKBI di tingkat provinsi Kalimantan Selatan resmi dibentuk. Sejak saat itu hingga kini, PKBI Kalimantan Selatan terus berkembang sebagai lembaga swadaya masyarakat yang dibutuhkan oleh masyarakat, dengan fokus utama pada pelayanan kesehatan reproduksi, pendidikan kesehatan, pencegahan HIV/AIDS, pemberdayaan masyarakat rentan, serta advokasi kebijakan di tingkat lokal. PKBI Kalimantan Selatan meyakini bahwa isu kesehatan harus dipandang secara menyeluruh dalam konteks pembangunan manusia dan kesejahteraan sosial.

Filosofi PKBI

PKBI percaya bahwa keluarga adalah pilar utama untuk mewujudkan masyarakat sejahtera. Keluarga yang dimaksud adalah keluarga yang bertanggung jawab, yaitu keluarga yang menunaikan tanggung jawabnya dalam berbagai dimensi:

  • Dimensi kelahiran, yakni kelahiran anak dalam keluarga terjadi atas dasar perencanaan dan keinginan yang disadari;
  • Dimensi pendidikan, yaitu pendidikan diarahkan untuk mengembangkan kecerdasan dan kepribadian dengan kesempatan yang sama bagi seluruh anggota keluarga serta dilaksanakan secara dialogis;
  • Dimensi kesejahteraan, yakni kesejahteraan dipahami sebagai cerminan martabat manusia (human dignity), bukan semata kepemilikan harta benda.

Sifat PKBI

  1. Terbuka – tidak membedakan ras, suku, agama, warna kulit, aliran politik, jenis kelamin, disabilitas, maupun orientasi seksual, baik dalam penerimaan relawan, staf, maupun pemberian layanan.
  2. Nirlaba – setiap penerimaan, komoditas, dan aset PKBI hanya digunakan untuk mencapai tujuan organisasi.
  3. Inovatif, Mandiri, dan Akuntabel – mengembangkan program sesuai kebutuhan masyarakat, mampu berdiri sendiri, serta dapat dipertanggungjawabkan.

Tujuan PKBI

PKBI bertujuan untuk mewujudkan keluarga bertanggung jawab guna mencapai keluarga sejahtera dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Dalam pencapaiannya, PKBI senantiasa memperhatikan ketahanan fisik, sosial-budaya, mental, dan spiritual masyarakat.

Kegiatan PKBI

PKBI melaksanakan berbagai kegiatan untuk menjawab kebutuhan masyarakat, antara lain:

  1. Mengembangkan model dan standar pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi yang berkualitas;
  2. Melaksanakan penelitian serta layanan berbasis data, termasuk klinik dan rumah sakit;
  3. Memberdayakan masyarakat agar memperoleh hak kesehatan seksual dan reproduksi melalui program Bina Anaprasa dan Youth Center (Pusat Informasi & Pelayanan Remaja);
  4. Mengembangkan strategi pencegahan dan penanggulangan IMS serta HIV/AIDS;
  5. Melakukan advokasi kebijakan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota untuk menjamin pemenuhan hak kesehatan seksual dan reproduksi;
  6. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber daya organisasi, termasuk penguatan kelembagaan, peningkatan kualitas SDM, manajemen pengetahuan, dan mobilisasi sumber dana.